Berbagilah walau satu rupiah! Bersedekah meski hanya seuntai senyum! Bersedekah, berbagi, dan bahagia ^^

Tersesat Bahagia

Sebuah petualangan kecil di Negeri Jiran

"Semua yang terjadi di bumi ini selalu indah, seburuk apapun itu. Hanya, tugas kitalah untuk diam merenung memikirkan keindahan-keindahan dalam episode yang buruk itu"

Ini cerita ketika saya di Malaysia. Cerita yang kembali menyadarkan saya bahwa rencana Allah selalu lebih baik dari apa yang kita rencanakan.

Jika hendak ke Malaysia saya ketinggalan pesawat maka saat di Malaysia saya pernah tersesat tak tentu arah. Namun yang jelas dalam dua kisah itu banyak hikmah yang dapat disemai.

Semuanya bermula saat saya harus kembali dari Kuala Lumpur ke Negeri Perlis, sendirian. Sebenarnya ada kawan yang akan menemani, tapi kerena satu dan lain hal saya terpaksa pulang sendiri. Jarak Kuala Lumpur dan Perlis sekitar delapan jam mengendarai bus. Sebelumnya saya pernah melakukan perjalanan yang sama. Namun saat itu bersama kawan yang menjemput di bandara.

Berbekal pengalaman pertama tadi saya memberanikan diri untuk pergi seorang diri. Sebab menurut pengamatan saya semenjak tiba hingga saat itu, dibanding Indonesia Malaysia sedikit lebih aman dan tertib.

Kawan yang dulunya menemani kini hanya mengantar hingga terminal. Dari situlah petualangan saya dimulai.

Saya duduk di bangku bagian tengah. Di sebelah saya seorang laki-laki yang berumur tiga puluhan lebih. Tujuan kami sama, Perlis. Dia orang Malaysia, namun kayaknya tak begitu mengenal negeri Perlis. Dalam situasi seperti itu seharusnya saya yang lebih banyak bertanya padanya. Namun kenyataannya dialah yang lebih banyak bertanya pada saya tentang Perlis. Karena saya baru sekali mengunjungi kota itu maka jawaban terbanyak saya adalah tidak tahu.

Bus terus melaju meninggalkan Kuala Lumpur, disela-sela kantuk saya memandang jauh ke luar jendela menikmati suasana malam kota itu. Seiring berjalannya menit sayapun tertidur dengan sukses.

Kira-kira pukul 02.00 dini hari, bus berhenti di sebuah tempat persinggahan. Di sana berjejer bus-bus besar yang telah lama tiba. Sopir dan awak bus membangunkan semua penumpang. Saat itu saya turun untuk buang air dan mencuci muka. Karena takut ketinggalan saya segera kembali ke bus.

Setengah jam lamanya bus itu singgah di sana. Setelah semua penumpang kembali naik, bus itu melaju melanjutkan perjalanan. Dan lagi-lagi, seiring bus yang kian melaju, sayapun tertidur dengan pulas.

Saya terbangun lagi saat bus singgah di terminal Kedah. Saya ingat beberapa waktu lalu saya pernah main ke sini. Jam telah menunjukan pukul 06.00 pagi waktu shalat shubuh untuk wilayah Malaysia. Saya ingat dekat situ ada mushalla. Tanpa berpikir panjang saya berinisiatif shalat di sana.

Setelah shalat saya bergegas kembali ke bus. Namun ada satu keanehan yang menyelimuti hati saya. Laki-laki yang duduk di samping saya hilang entah kemana. Saya berpikir mungkin ia pindah kedepan. Sebab banyak penumpang yang melakukan hal seperti itu jika penumpang di bangku depan turun karena telah sampai.

Bus kembali melaju dengan kencang. Namun hati saya mulai tak tenang, sebab setelah diperhatikan dengan baik, ternyata diantara penumpang tersisa tak ada satupun yang mirip dengan perawakan bapak tersebut. Namun disisi lain saya sangat yakin, bahwa Perlis masih satu jam lagi dari kota ini. Keyakinan itu semakin kuat seiring dengan pemandangan jalan yang sedikit saya hafal.

Saat itu saya belum membeli simcard Malaysia. Jadi tak bisa menghubungi siapa-siapa. Namun di saku saya ada nomor-nomor penting yang siap dihubungi jika terjadi apa-apa. Di saat itulah saya mulai membuka deretan nomor-nomor itu. Semua deretan nomor itu milik teman-teman saya di Malaysia, kecuali satu nomor, milik teman saya dari Indonesia yang kuliah di Malaysia. Kami pernah dua tahun sekelas ketika masih di MAN dulu.

Bus terus melaju, sekuat tenaga saya berusaha untuk tenang. Namun rasanya sulit sekali untuk tenang jika hati benar-benar yakin telah tersesat. Pasalnya, pemandangan sekitar jalan telah benar-benar asing buat saya.

Namun, ditengah kegalauan hati, tiba-tiba bus yang saya tumpangi melewati sebuah kampus besar. Rasanya saya kenal kampus itu. Setelah diingat-ingat, hati yakin itulah kampus tempat teman saya kuliah. Iya, siapa lagi kalau bukan teman yang dari Indonesia tadi.

Harapan pun kembali tumbuh. Rencana kembali disusun. Saya ingin bertemu dengan teman tadi untuk pertama kali di Malaysia. Saat itu sudah sebulan lebih saya di sana. Namun belum sempat berjumpa dengannya. Saya pikir ini adalah kesempatan terbaik untuk berjumpa dengannya. Tapi bagaimana?

Bus terus melaju, sedang saya belum bisa mengambil keputusan dengan cepat, bahkan hingga kampus yang megah itu berangsur-angsur hilang dari pandangan mata. Dengan segera kepanikan kembali melanda. Namun saya berusaha untuk bersikap tenang. Dalam situasi itu saya putuskan untuk menunggu terminal pemberhentian selanjutnya.

Akhirnya bus itu berhenti di sebuah terminal kecil. Terminal itu sangat jauh berbeda dengan terminal-terminal yang saya lewati sebelumnya. Jika di Kuala Lumpur terminal tempat pemberangkatan bus ini hampir mirip dengan bandara, maka terminal terakhir ini tak jauh beda dengan terminal di kampung saya. Hanya, meskipun kalah besar, terminal ini lebih terlihat bersih dan terawat. Semua penumpang telah turun, sayapun terpaksa turun.

Setelah yakin ini adalah terminal terakhir, saya bergegas mencari telepon umum. Di Malaysia telepon umum masih banyak digunakan. Jujur, itulah pertama kali menggunakan telepon umum dalam hidup saya. Sehingga beberapa koin “hilang” karena kesalahan yang saya buat.

Setelah mengerti cara penggunaannya, maka nomor pertama yang saya hubungi adalah teman dari Indonesia tadi. Secara singkat saya jelaskan apa yang baru saja menimpa diri dan keinginan untuk berjumpa dengannya. Tentu saja dia sangat setuju.

Kemudian dia mulai menjelaskan bagaimana cara untuk menuju kampusnya. Bis apa yang harus di naiki, tarifnya berapa, dan hal-hal lainnya yang mungkin bisa membantu saya untuk sampai ke kampusnya. Kami berjanji bertemu di mall kampus.

Setelah itu saya menghubungi teman yang ada di Perlis dan menjelaskan apa yang baru saja menimpa saya. Saya beritahukan padanya bahwa saya akan ke kampus teman terlebih dahulu dan memintanya untuk menjemput saya sore nanti. Alhamdulillah sampai disitu hampir semua masalah terselesaikan.

Setelah beberapa kali salah memberhentikan bus dan sekali diturunkan dari bus akhirnya saya bisa sampai di kampus teman. Setelah memasuki komplek kampus mata saya tak henti-hentinya mencari bangunan yang bertuliskan mall. Alhamdulillah meskipun agak terlewat sedikit, saya menemukannya.

Di mall saya langsung mencari telepon umum. Sayangnya telepon umum di sini tak menggunakan koin tapi kartu. Sehingga saya tak bisa menggunakannya.

Setelah capek berkeling-keliling mencari teman, saya beranikan diri meminjam HP dari seorang pedagang disitu. Saya berjanji untuk mengganti pulsanya.

Akhirnya kakak itu mau, saya menyodorkan nomor HP teman saya. Namun sayang seribu sayang, nomornya tidak aktif.

Saya hampir putus asa. Sebab bukan sekali saja saya mencoba menelpon. Bahkan saya sudah sangat malu karena sudah tak terhitung lagi meminta kakak tadi untuk menghubungi teman. Dan jawabannya selalu sama, tidak aktif.

Sayapun bingung harus bagaimana lagi. Sempat terbetik untuk kembali ke Perlis saja. Namun di tengah kebingungan itu saya melihat siluwet mirip teman saya. Hatipun begitu gembira karena dia benar-benar teman saya. 

Ternyata saat itu dia ada ujian dan HPnya dimatikan. Sebenarnya dia sudah lama menunggu namun di bagian depan mall. Sedang saya mencarinya di bagian belakang mall. Karena lama menunggu dia sempat berpikir bahwa saya tak jadi datang dan memutuskan untuk pulang ke asrama. Namun sebelum pulang ia sempatkan untuk mengambil uang di ATM. Dekat ATM itulah kami bertemu, ^^

Saat itu saya senang sekali. Betapa bahagianya hati dengan pertemuan itu. Memang saya belum lama berpisah dengannya. Bahkan ketika libur lebaran lalu kami sempat bertemu dan bercakap. Saat itu saya banyak bertanya padanya tentang kuliah di Malaysia. Kalau tak salah ingat, saya juga sempat mengabarkan keinginan untuk belajar di sana. Namun pertemuan kali ini terasa berbeda karena terjadi di negeri orang dan juga secara “kebetulan”.

Begitulah, setiap mengingat ketersesatan ini, saya selalu tersenyum bahagia. Sehingga tanpa ragu memberikan judul tulisan ini: "Tersesat Bahagia".

Kawan, semua yang terjadi di bumi ini selalu indah, seburuk apapun itu. Hanya, tugas kita adalah diam merenung memikirkan keindahan-keindahan dalam episode yang buruk itu. Jika hati benar-benar merenung ada sejuta hikmah dalam setiap peristiwa, seburuk apapun itu. Lalu, bagaimana jika itu adalah peristiwa indah? Tersenyumlah kawan!

Selamat merenung.


Share This Article


6 comments:

  1. dari sahabat yang di gorontalo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Senangnya dapat kunjungan dari sahabat sekampung..
      Syukran sudah berkunjung.. jangan lupa datang lagi ya..

      Delete
  2. wah hebat ya bisa jalan-jalan ke luar negeri. pasti sangat berkesan ya mas :)

    ReplyDelete
  3. Wah, saya salut dengan pengalaman dan kebaikan keadaanmu sob. Allah selalu mempermudah jalanmu dengan caranya yang tak mudah ditebak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah.. semoga pertemuan dengan Kang nanti juga dengan cara yang indah.. :D

      Delete