Berbagilah walau satu rupiah! Bersedekah meski hanya seuntai senyum! Bersedekah, berbagi, dan bahagia ^^

Sebuah Perayaan Cinta


Bolehkah saya meminjam hati? Dalam perayaan cinta bersama diri? Untuk mengirimkan seberkas isi hati? Tentang pemilik cinta indah nan suci
Siapa lagi kalau bukan tentang ibu. Pemilik cinta dari kalbu. Selembut rembulan yang bersinar syahdu. Menceritakan sepenggal catatan rindu

"Ngomomg-ngomong, ayah dan ibu Anda masih ada? sekiranya masih ada, coba perhatikan mereka ketika mereka tidur. Perhatikan baik-baik mata mereka yang terpejam. Nah, pernahkah Anda membayangkan mata itu terus-terusan terpenjam dan tidak terbuka lagi selama-lamanya? pernahkah anda membayangkan itu? Nah, agar kelak kita tidak menyesal, mumpung mereka masih ada, mumpung niat baik masih ada, mumpung kemampuan masih ada, maka buatlah mereka bangga dan bahagia. Di dunia ini terlebih-lebih di akhirat nanti."

(Muslim Millionaire, Ippho Santosa)

***

Beberapa hari sebelum menuliskan ini, saya sempat bercakap ria dengan kakak melalui telepon. Selain doa, mungkin inilah cara indah untuk melepas rindu dan merayakan cinta dengan mereka yang jauh di sana. Mereka yang selalu mendukung dan mencintai, itulah keluarga.

Lama sekali kami bercakap. Dari hal hal penting sampai basa-basi. Tentunya ada cinta terselip, tentang calon ipar yang selalu di nanti... :D. Hehe, saya yakin dia tersenyum ketika sampai di kalimat ini.

Kakak saya sedang hamil tua, sebentar lagi akan melahirkan. Semoga Allah memberikan kemudahan dan keselamatan baginya hingga proses melahirkan kelak.

Saat menelpon ada satu renungan yang ingin saya bagi untuk kawan semua. Saat kami telah berbincang sekitar satu jam, dia nampak mulai kehabisan nafas, ngos-ngosan. Sehingga suaminyalah yang melanjutkan percakapan kami.

Sesaat saya terdiam berpikir. Ibu yang hamil, bahkan berbicarapun kadang terasa sulit. Bagaimana dengan aktivitas yang lainnya?

Pertanyaan ini membawa saya pada “penderitaan-penderitaan” lainnya. Semenjak ngidam, yang kadang diluar logika sampai melahirkan dengan resiko kematian.

Namun tak ada seorang ibu yang mengeluh dengan semua itu. Bahkan seiring bertambahnya derita dia akan senantiasa tersenyum indah. Untuk sang buah hati, nyawanya tak lagi berarti. Sungguh besar dan mulia pengorbanannya. Tak ada kata yang bisa menggambarkan. Itulah cinta seorang ibu.

Maka tak heran islam sangat menghargai kedudukan seorang ibu. Ia lebih mulia tiga kali di banding ayah. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah hadits, tentang seseorang yang bertanya kepada siapa ia lebih layak berbakti. Maka Rasul صلى الله عليه وسلم mengulang tiga kali kata ibu dan kemudian diikuti oleh ayah.

Salah satu adab dengan orang tua khususnya ibu, adalah merendahkan suara ketika berbicara dengannya. Jangan mengangkat suara dihadapannya. Karena itu akan menyakiti hati sang ibu. Coba perhatikan ayat di bawah ini.

 “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, sayangilah mereka keduanya, sebagaimana keduanya telah menyayangi aku waktu kecil.’” (Al Israa’: 23-24)

Kawan, berkata “ah” saja tidak boleh. Bagaimana dengan yang lebih berat dari itu?

Ingatlah Kawan, seorang ibu akan sangat bangga melihat anaknya berprestasi, namun dia akan lebih bangga lagi jika sang anak memiliki akhlak terpuji.

Apalah arti sebuah prestasi jika perilaku selalu menyakiti?
Apalah arti banyaknya harta jika bertemu tak mau menyapa?
Apalah arti otak yang pintar jika telinga tidak mau mendengar?

***

Bagi yang sedang menuntut ilmu, jadilah juara untuk ibumu. Bahagiakanlah ia dengan prestasimu, jangan sakiti ia dengan kegagalan belajarmu. Namun ingat, jika kau belum bisa juara dan berprestasi, tetaplah junjung budi pekerti. Karena untuk itulah engkau dididik, untuk itulah engkau dibina.

Jika lelah datang menyapa, ingatlah ibu yang jauh di sana. Yang tak pernah lelah berdoa, untuk kesuksesan anak-anaknya. Hari ini berlelah-lelahlah mengejar ilmu, agar kelak dikejar-kejar karena diri berilmu. Kesuksesan itu tak datang dalam sekejap, butuh kesabaran yang bertahap-tahap.

Teruslah berjuang dan jangan pernah putus asa!
Namun jika saja kau putus asa, tetaplah berjuang meskipun dalam keadaan putus asa.

Teruslah berjuang dan jangan pernah menyerah!
Karena pemenang takan pernah menyerah, karena yang menyerah takan pernah menang!

Teruslah berjuang dan jangan pernah menyerah!
Jika kau menyerah saat ini, maka selamanya kau akan menyesal.

***

Hari ini saya yakin kau masih punya kesempatan untuk merayakan cinta bersamanya. Bersama ibu yang engkau cintai dan mencintaimu. Selagi ada waktu dan kesempatan, manfaatkan ia dengan sebaik mungkin. Karena di bagian bumi yang lain, ada banyak orang yang telah kehilangan kesempatan itu. Bahkan diantara mereka ada yang ingin mengulang waktu dalam memanfaatkan momen-momen tertentu, di saat hati dipenuhi rindu. Entah itu untuk mengucapkan terimakasih atau sekedar meminta maaf. Sayang itu hanya harapan semu.


"Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga"
(Hadits Riwayat Muslim)

Bagi mereka yang telah di tinggal pergi. Doamu selalu di nanti. Itulah cara rindu dalam berbakti. Merayakan cinta sepenuh hati.

Semoga bermanfaat!

Lanjutan dari catatan: Hidup, Cinta, dan Perpisahan.


Share This Article


No comments:

Post a Comment