Kembali: Tulus

Dalam perjalanan mewujudkan impian, aku belajar banyak hal tentang ketulusan. Bahwa tanpa ketulusan, raga akan lelah, tanpa tulus hati akan kecewa. Berbahagialah hati yang selalu tulus, tidak kecewa dengan penghianatan, tidak bersedih dengan penolakan, dan tidak terjatuh akibat hinaan. Seperti mentari pada bumi, sebagaimana cinta ibu pada anaknya.

Hari ini, genap seminggu aku kembali ke hutan beton, bertemu dengan macet dan polusi (lagi), juga bersiap meraih impian yang sempat aku istirahatkan berbulan-bulan untuk temani seseorang yang aku cintai. Dia yang minta aku pulang, dia juga yang menyuruhku untuk pergi. Dan aku akan selalu patuh.

Dengan hati yang berat aku kembali. Untuk menyelesaikan apa yang pernah aku mulai, untuk meraih apa yang pernah aku cita-citakan. Aku kembali untuk belajar ketulusan (lagi). Bahwa hanya hati-hati yang tulus yang akan tenang, hanya hati yang tulus yang akan menang. Seperti kamu padaku.

Aku akan merindukan setiap momen pagi memasak bubur, menyuapi, dan berbincang denganmu tentang dia yang masih rahasia. Iya, dia yang kelak dengan tulus memanggilmu ibu seperti aku padamu.

Ibu, terimakasih telah mengajariku arti ketulusun. Engkau tak pernah mengandungku tapi telah memberikan banyak cinta padaku. Aku yang kehilangan ibu sejak kecil tapi tak pernah sepi kasih sayang. Aku yang bertakdir yatim piatu, tapi tak pernah kehilangan cinta.

Terimakasih Ibu, aku akan selalu merindukan doa-doa tulusmu, sebagaimana aku menitipkan rindu untukmu dalam setiap doa. Semoga waktu masih berbaik hati mempertemukan kita (lagi) dalam kondosi iman yang lebih baik. Semoga Allah selalu menjagamu.

Jakarta, 31 Agustus 2015

Setelah dipikir lagi, blog ini akan sen isi lagi.

Tapi hanya untuk curhatan atau kisah-kisah pribadi.

Untuk artikel bisa dilihat senyumsyukur.tumblr.com

Jangan lupa invite : 549A7D08

Share This Article