Berbagilah walau satu rupiah! Bersedekah meski hanya seuntai senyum! Bersedekah, berbagi, dan bahagia ^^

Syukur


Syukur, apa yang Anda tahu tentang syukur?
Apakah syukur itu hanya sekedar ucapan “alhamdulillah” yang keluar dari lisan saat mendapatkan kebahagiaan? Atau adalah acara syukuran yang diadakan saat menjalani momen-momen yang menyenangkan?

Sebuah ceramah singkat dari seorang teman telah membuat kami menyadari bahwa arti syukur bukan hanya itu, bahwa makna syukur lebih dalam dari dua arti diatas. Ceramah itu beliau sampaikan saat ittikaf 10 malam terakhir dibulan Ramadhan masjid Mus'ab bin Umair. Ceramah yang dihiasi tangis itu, telah membawa bekas dalam hati para jama'ah khususnya kami sebagai penulis. Namun dalam tulisan ini kami tak akan mengutip semua yang beliau sampaikan, kami hanya akan bercerita tentang syukur sesuai dengan apa yang kami pahami dari ceramah tersebut.


Syukur tentunya memiliki makna yang sangat dalam, yang seandainya orang-orang benar-benar memahami makna itu maka pasar-pasar malam disepuluh hari terakhir bulan Ramadhan akan menjadi sepi, masjid-masjid akan menjadi penuh, dan orang-orang akan berlomba-lomba melakukan kebaikan.

Untuk memahami makna syukur yang sebenarnya, marilah kita simak hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim: Rasul pernah shalat sampai-sampai kedua kakinya bengkak (karena lamanya shalat), maka Aisyah berkata padanya, “kenapa kau melakukan semua ini ya Rasulallah? Bukankah Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan akan datang?” Maka beliau menjawab: “Apa tidak pantaskah aku menjadi hamba yang pandai bersyukur?”

Itulah ungkapan syukur yang sesungguhnya. Syukur yang dilanjutkan dengan amal yang nyata, syukur yang direalisasikan dengan mematuhi apa yang diperintahkan Allah Ta'ala dan menjauhi apa yang dilarangNya. Untuk itu, sebagai hamba yang diamanahkan harta yang berlimpah, maka tanda syukur adalah mengeluarkan zakat dan sedekahnya. Bagi yang dikaruniakan fisik yang lengkap, maka tanda syukur adalah menggunakan fisik tersebut dalam ketaatan. Bagi yang masih punya orangtua, maka berbakti pada mereka adalah tanda kesyukuran. Bagi yang diberi kecantikan wajah, maka menggunakan jilbab adalah bentuk kesyukuran. Bagi yang telah tersentuh hidayah, maka istiqomah adalah bentuk kesyukuran dan bagi yang masih berkubang dalam kemaksiatan maka bertobat adalah bentuk kesyukuran.

Kawan, sehatnya badan, banyaknya harta, lapangnya rizki, serta wajah yang rupawan bukanlah jaminan bahwa Allah Ta'ala sayang sama kita. Karena semua itu hanyalah ujian apakah kita mau bersyukur atau tidak. Bagi yang bersyukur maka nikmat itu akan ditambah, sedang bagi yang tidak maka ingatlah azab Allah amatlah pedih. Allah Ta'ala berfirman : "..Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim ayat 7)

Nikmat Yang Berlimpah
Tanpa disadari, sekarang ini kita hidup dalam limpahan nikmat Allah Ta'ala. Jangan jauh-jauh, dalam diri kita saja, nikmat itu sudah tak terhitung jumlahnya. Adakah orang yang mau menukar matanya dengan tumpukan emas sebesar gunung? Tahukah kita berapa harga oksigen yang dihirup jika harus menghirupnya dirumah sakit? Atau, berapa biaya cuci darah jika ginjal sudah tak mau bekerja? 

Sungguh, nikmat-nikmat itu tak akan bisa dihitung meskipun kita bahu-membahu untuk menghitungnya. Karena Allah berfirman: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS 16 ayat 18)

Nikmat Terbesar
Dari beribu nikmat yang telah Allah karuniakan kapada kita, ada satu nikmat terbesar yang patut direnungi dan disyukuri. Nikmat yang begitu berharga, tak ternilai harganya. Nikmat yang tidak didapatkan oleh semua manusia. Nikmat yang tanpanya, hidup ini bagaikan bangkai yang berjalan. Ketahuilah nikmat itu adalah nikmat iman.

Bagi mereka yang terlahir dalam lingkungan islam, dari orangtua muslim, dan di negara islam, kadang tidak merasakan mahalnya nikmat ini. Tapi bagi mereka yang hidup di daerah minoritas dan konflik, dapat merasakan batapa mahalnya menjadi seorang muslim. Maka tak mengherankan jika mereka rela dibunuh, dibakar, diusir, dan diperangi demi mempertahankan keimanannya. Sedangkan mereka yang semula telah hidup dalam naungan islam, kadang tak berpikir panjang menukar keimanannya hanya dengan sekardus mie intsan.

Adapula yang tak sampai hati menukar keimanannya, namun mereka malas-malasan dalam menjalankan agama ini. Contoh kecilnya dalam melaksanakan perintah shalat. Jika dihitung dari jumlah umat islam yang ada didaerah ini maka jumlah masjid tak akan sanggup menampung jumlah tersebut jika seluruh umat islam pergi kemasjid untuk melaksanakan shalat. Tapi kenyataannya masjid selalu kosong dan sepi. Mungkin mereka tak tahu kalau disebagian negara di Eropa sana, izin untuk mendirikan suatu masjid sangatlah sulit dan dipersulit.

Contoh kecil lainnya adalah menutup aurat. Jika kita tengok kejalan-jalan, ada berapa banyakkah gadis muslimah yang memakai jilbab? Dari gadis muslimah yang memakai jilbab itu, ada berapakah yang jilbabnya besar dan longgar?

Entah virus apa yang telah menjangkiti para gadis itu, tapi semoga Allah Ta'ala memperbaiki keadaan mereka. Namun sebagai renungan, apakah mereka tak tahu kalau muslimah di Prancis harus membayar denda jika tetap teguh menggunakan busana kehormatannya?

Sungguh fenomena-fenomena diatas sangatlah memiriskan hati dan menimbulkan tanya; itukah balasan yang setimpal dengan berbagai kenikmatan yang selama ini Allah limpahkan kepada kita? Apakah ini yang dinamakan syukur? Maka pantaslah Allah Ta'ala terus bertanya dalam surat Arrahman dengan satu pertanyaan, pertanyaan yang terus diulang, pertanyaan yang menggetarkan hati; “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”?
Ya, nikmat apalagi yang akan kita dustakan?
Semoga yang singkat ini bisa membuka hati yang semakin keras. Entah kapan akan berubah, yang pasti kematian itu waktunya takan berubah. Tak pandang muda, sehat, kaya, atau rupawan, karena jika tiba gilirannya pasti tepat sasaran. Tak pandang pagi, siang, petang, ataupun malam, sebab jika tiba waktunya pasti datang tepat waktu.
Terakhir, untuk teman-teman penulis yang sempat membaca tulisan ini, satu kata untukmu, “kami tunggu kalian di masjid dan masjid selalu menunggu kalian.” Ingat, tidak ada kata terlambat bagi orang yang mau berubah, karena terlambat itu hanya bagi mereka yang tak mau memulai. Semoga Allah Ta'ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang senantiasa berpikir dan merenung. Karena merenung itu insya Allah lebih dekat dengan hidayah. (Senyum Syukur)

Share This Article


No comments:

Post a Comment